TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengimbau masyarakat agar terus mengawal sidang yang mempertimbangkan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.
"Kita harus menjaga jangan sampai MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) itu semakin hari akan semakin masuk angin. Sebab kalau Anda perhatikan, di hari pertama MKD itu Anda tahu masih ada 10 orang yang kemudian mengatakan mari kita buka yang namanya hasil pembicaraan rekaman itu," katanya.
"Tapi di hari kemarin, ketika MKD bersidang untuk kemudian menanyakan hal tersebut kepada saksi utama, yaitu Pak Maroef Sjamsoedin, di situ menunjukkan betapa ada perubahan besar, di mana sebagian besar anggota MKD itu justru menyudutkan Pak Maroef Sjamsoedin," ujarnya.
Pernyataan tersebut ia ungkapkan dalam acara penyataan sikap sejumlah tokoh yang digelar di Restoran Pulau Dua, Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat (4/12/2015).
Dalam acara yang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB itu, turut hadir beberapa tokoh di antaranya Musisi, Abdee Slank, Mantan Komisioner KPK, Ery Ryana Hardjapamekas, dan Rohaniawan, Romo Benny Susetyo.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu. (*)