TRIBUN-VIDEO.COM - Lahir di Biak, 10 Oktober 1921, Frans Kaisiepo adalah pahlawan nasional Indonesia dari Papua.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di Jakarta, Frans Kaisiepo adalah salah satu orang yang memperjuangkan sang saka Merah Putih di tanah Papua.
Frans Kaisiepo juga yang melahirkan nama Irian yang merupakan akronim dari 'Ikut Republik Indonesia Anti Nederland'.
Irian berasal dari Bahasa Biak, yang berarti 'sinar yang menghalau kabut'.
Hal ini disebabkan karena kota Irian merupakan daerah yang panas.
Dalam Bahasa Merauke, 'Iri' artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, sementara 'an' berarti bangsa.
Sehingga, Irian memiliki makna sebagai bangsa yang diangkat tinggi.
Frans Kaisiepo meminta saudaranya, Markus Kaisiepo, untuk mengganti nama kursus yang diikutinya, dari Papua Bestuurschool menjadi Irian Bestuurschool.
Perubahan nama itu ia promosikan dalam Konferensi Malino, Sulawesi Utara, 1946.
Frans Kaisiepo adalah satu-satunya anggota delegasi RI yang berasal dari Papua.
Pada kesempatan itu, Frans mengusulkan pergantian nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian pada 16 Juli 1946.
Perjuangan Melawan Penjajah
Pada tanggal 14 Agustus 1945 di Kampung Harapan Jayapura telah dikumandangkan lagu Indonesia Raya oleh Frans Kaisiepo, Marcus Kaisiepo, Nicolas Youwe dan kawan-kawan.
Frans Kaisiepo kembali ke Biak pada Agustus 1945.
Di sana, Frans Kaisiepo mengadakan upacara dengan pengibaran bendera Merah Putih dan mengumandangkan lagu 'Indonesia Raya'.
Pejabat Nederlandsch Indië Civiele Administratie (NICA) bernama Raden Abdul Kadiw Widjojoatmodjo tidak suka dan berusaha mengambil hati Frans Kaisiepo.
Saat itu Frans Kaisiepo menjabat sebagai Kepala Distrik Warsa, Biak Utara dan ikut terlibat dalam Komite Indonesia Merdeka (KIM).
Untuk tetap mempertahankan nasionalisme, Frans Kaisiepo mendirikan Partai Indonesia Raya (PIM) pada 10 Juli 1946.
Pada bulan Juli 1946 Frans Kaisiepo menjadi anggota delegasi pada Konperensi Malino di Sulawesi Selatan.
Sebagai pembicara ia mengganti nama Papua dan Nederlans Nieuw Guinea dengan kata Irian.
Pada bulan Maret 1948 terjadi pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah Kolonial Belanda, dan Frans Kaisiepo adalah salah seorang perancang pemberontakan tersebut.
Pada tahun 1949 Frans Kaisiepo menolak menjadi Ketua Delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konperensi Meja Bundar di Den Hag.
Sebagai konsekwensi penolakannya dihukum antara tahun 1954-1961, tugas pekerjaannya ditempatkan di distrik – distrik terpencil seperli Ransiki Manokwari, Ayamura Teminabuan (Sorong) dan di Mimika (Fakfak).
Frans pernah mendapat hukuman penjara 5 tahun akibat kesetiaannya pada Indonesia yang tidak disukai Belanda.
Pada tahun 1961, sewaktu menjabat Kepala Distrik Mimika (Fakfak) Frans Kaisiepo mendirikan Partai Politik Irian sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan kembali Nederlands Nieuw Guinea ke dalam kekuatan negara Republik Indonesia.
Pada masa TRIKORA, Frans Kaisiepo banyak membantu/melindungi infiltran Pejuang Indonesia yang didaratkan di Mimika sehingga tidak diketahui oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Ketika menjadi Gubernur KDH Propinsi Irian Barat, Frans Kaisiepo berusaha sekuat – kuatnya memenangkan Pepera tahun 1965.
Frans Kaisiepo menggunakan strategi pemungutan suara dengan sistem perwakilan yang dimulai dari kabupaten (Merauke) dan berakhir di Ibu Kota Propinsi (Jayapura).
Penyelenggaraan Pepera di Irian Barat sukses dan Irian Barat merupakan bagian mutlak dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tiga tahun setelah sukses memenangkan Pepera, pada tahun 1972 ia diangkat menjadi anggota MPR-RI Utusan Daerah Irian Jaya.
Dan dari tahun 1973-1979 Frans Kaisiepo diangkat menjadi Anggota DPA-RI.