TRIBUN-VIDEO.COM - Brigjen TNI (Purn) H Hasan Basry lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan, pada 17 Juni 1923.
Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Holands Inlandsche School (HIS).
Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikannya di Tsanawiyah Al Wathaniah, Kandangan.
Kemudian ia pindah ke Kweekschool Islam Pondok Modern, di Ponorogo, Jawa Timur.
Pada usia 22 tahun, Hasan Basry menjadi guru agama di sebuah SMP Islam di Malang.
Kala itu, ia juga aktif dalma organisasi Pemuda RI Kalimantan di Surabaya.
Hasan Basry menyusup ke Kalimantan pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan kapal Bintang Tulen.
Berangkat dari pelabuhan Kalimas Surabaya, ia tiba di Banjarmasin tanggal 30 Oktober 1945.
Setelah sampai di Banjarmasin, ia menemui Abdurrahman Sidik di Pekapuran.
Hasan Basry mengirimkan poster tentang kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Selain itu, ia juga mengirim beberapa pamflet ke daerah lain.
Perjuangan
Pada tanggal 5 Mei 1946, para pejuang mendirikan Laskar Syaifullah di Haruyan.
Kala itu Hasan Basry ditunjuk sebagai pemimpin.
Program utama Laskar Syaifullah adalah keprajuritan.
Hasan Basry berusaha mengadakan kontak ke Jawa, yang sebelumnya terputus oleh blokade Belanda.
Namun, ia selalu gagal dalam upaya mencari bantuan senjata.
NICA mulai mencium pergerakna Laskar Syaifulloh.
Pada pertengahan 1946, Belanda menangkap tokoh-tokoh Laskar Syaifullah.
Pada waktu itu, Hasan Basry berhasil lolos dari upaya penangkapan.
Setelah bubarnya Syaifulloh, Hasan Basry tidak tinggal diam.
Ia mendirikan pergerakan berupa organisasi Benteng Indonesia.
Benteng Indonesia berkembang pesat.
Bahkan, organisasi perjuangan ini mulai merambah ke berbagai daerah.
Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M Mursid, anggota ALRI Divisi IV di Mojokerto, menghubungi Hasan Basry.
Keduanya menyampaikan tugas kepada Hasan Basry untuk mendirikan batalion ALRI DIVISI IV di Kalimantan Selatan.
Dengan memanfaatkan pasukan Bentang Indonesia, batalion tersebut berhasil dibentuk.
Hasan Basry menempatkan markas di Haruyan.
Setelah itu, ia berusaha untuk menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalimantan dalam batalion tersebut.
Sesuai Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
Hal ini menyebabkan Hasan Basry dan pasukannya menemui kondisi yang sulit.
Hal tersebut mengartikan Kalimantan berada di bawah kekuasaan Belanda.
Kala itu, Hasan Basry dan seluruh pasukannya tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda.
Seusai perjanjian Renville, 17 Januari 1948, ia tetap teguh pada pendirian yang sama.
Hasan Basry menolak memindahkan pasukan ke Jawa, daerah kekuasaan Republik Indonesia.
Hasan Basry menyerukan aksi serangan umum terhadap pos NICA yang ada di Haruai, Nagara, Tanjung, dan beebrapa daerah lain, pada 25 Desember 1948.
Kala itu, perlawanan Hasan Basry selalu merepotkan pertahanan militer Belanda.
Puncaknya, Hasan Basry memproklamasikan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Peristiwa itu dikenal dengan proklamasi 17 Mei 1949 atau proklamasi Kalimantan.