TRIBUN-VIDEO.COM – Geger Cilegon adalah perjuangan rakyat Banten melawan Belanda pada 9 Juli 1888 yang sering disebut pemberontakan petani Banten.
Peristiwa ini terjadi setelah dihapusnya Kesultanan Banten pada 1813.
Kesewenang-wenangan Belanda membuat rakyat Banten menjadi menderita.
Persitiwa meletusnya Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 23 Agustus 1883 menimbulkan gelombang laut yang menghancurkan Anyer, Merak, Caringin, Sirih, Pasauran, Tajur, dan Carita.
Rakyat Banten juga dilanda musibah kelaparan, penyakit sampar (pes), dan penyakit binatang ternak (kuku kerbau).
Pemerintah Belanda mewajibkan masyarakat untuk membunuh kerbau yang membuat warga menjadi bertambah miskin.
Belum lagi, penghinaan Belanda terhadap aktivitas keagamaan menambah rentetan alasan dilakukan perlawanan bersenjata yang dinamakan Geger Cilegon ini.
Haji Wasid sebagai pemimpin, membagi rakyat menjadi tiga pasukan.
Pasukan pertama dipimpin oleh Lurah Jasim, seorang jaro Kajuruan.
Pasukan kedua dipimpin oleh Haji Abdulgani dan Haji Usman.
Sementara pasukan ketiga dipimpin Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman.
Kronologi
Pada 2 Oktober 1883, pemberontakan melawan pemerintah Belanda dimulai.
Seorang serdadu Belanda diserang di Pasar Serang, kemudian kabur hingga tidak ditemukan.
Lalu pada 19 November 1883, ada lagi kejadian percobaan pembunuhan.
Seorang pria memaksa masuk ke dalam tangsi militer di Serang dan melukai penjaga bernama Umar Jaman.
Setelah ditangkap, terungkap bahwa motif serangan adalah kasus semangat ekstrem yang sedang merajalela secara diam-diam.
Pada Maret dan April 1888, pertemuan kembali diadakan di rumah K.H. Wasid di Beji, kemudian di rumah H.M. Sadeli di Kaloran, dan berikutnya di rumah H. Marjuki di Tanara, akhirnya kembali ke rumah K.H. Wasid.
Pada tanggal itu juga diperingati hari lahir pendiri tarekat adiriyah yang ditandai dengan kenduri besar.
Pada tanggal 9 Juli 1888, serangan umum mulai dikirim ke Cilegon.
Penyerangan terjadi di rumah residen Francois Dumas, selaku juru tulis di kantor asisten residen VOC yang dapat dibunuh oleh Haji Tubagus Ismail.
Pejabat-pejabat pemerintahan lain yang tidak disenangi rakyat juga ikut terbunuh.
Tokoh fenomenal yang menjadi korban adalah Raden Tjakradiningrat, Wedana Cilegon.
Pemberontakan juga meletus di beberapa tempat lain seperti di Bojonegara, Balegendong, Krapyak, Grogol, Mancak dan Toyomerto.
Hampir seharian kekacauan tersebut tidak dapat diatasi.
Letnan I Bartlemy memimpin pasukan untuk meredam pemberontakan tersebut.
Meski terjadi pertempuran hebat, akhirnya kerusuhan dapat ditaklukan.
Haji Wasid sebagai pemimpin pemberontakan dihukum gantung, sedangkan yang lainnya diasingkan ke luar Jawa.