TRIBUN-VIDEO.COM - Sate Lilit adalah makanan khas dari Pulau Bali.
Awalnya, Sate Lilit adalah hidangan khas daerah Klungkung.
Seiring berjalannya waktu, Sate Lilit mulai tersebar ke segala penjuru Bali seperti Denpasar, Badung, dan Gianyar.
Sate termasuk salah satu hidangan wajib dalam upacara Galungan.
Terdapat sembilan macam sate yang disebut penawasangan, yakni simbol dari sembilan penjuru mata angin.
Namun, ada juga yang percaya bahwa penawasangan adalah simbol dari senjata sembilan dewa (Dewata Nawa Sangga).
Sate Lilit merupakan lambang senjata Dewa Brahma yang berupa gada, yakni senjata pemukul berbentuk cembung seperti kubah dengan pangkal lurus sebagai pegangannya.
Konon, senjata ini bermakna perlawanan dan menghancurkan pengaruh jahat.
Dalam persiapan ritual keagamaan, Sate Lilit dibuat dan disusun secara khusus berdasarkan arah mata angin.
Sate Lilit digunakan sebagai sesaji yang biasanya dibuat oleh kaum pria.
Pembuatan Sate Lilit Bali melibatkan banyak orang mulai dari proses penyembelihan hewan, pemotongan daging, mencincang daging, pembubuan, pelilitan, dan pemanggangan.
Biasanya pembuatan sate lilit dilakukan di banjar (balai desa).
Sate Lilit selalu dibuat dalam jumlah banyak atau skala besar, bahkan bisa sampai melibatkan 100 orang pria untuk membuatnya.
Dari proses yang lebih melibatkan para pria inilah, sate lilit memiliki makna filosofi yang kuat dalam kehidupan dan kejantanan pria.
Bahkan jika ada pria yang tak bisa membuat Sate Lilit, maka akan dipertanyakan kejantanannya.
Batang atau tusuk sate pada Sate Lilit menggunakan batang serai, batang bambu atau batang kayu seperti biasa.
Istilah "lilit" dalam bahasa Bali dan Indonesia berarti "membungkus", seperti wujud asli Sate Lilit yang memang dililitkan pada tusuk sate.
Dulunya Sate Lilit hanya dibuat dari daging babi dan ikan, namun karena banyak permintaan dan menyesuaikan konsumen yang tak bisa makan daging babi, maka dibuat pula Sate Lilit dari daging sapi, ayam atau ikan.