26 Desember 15 tahun lalu, maut hampir menjemput Razali dan keluarganya.
Yang ia ingat, saat itu ombak tinggi datang, bergegas ia pun mengajak istrinya yang sedang hamil 9 bulan berlari ke atas gunung.
Terus menghindari gelombang, hingga tak terasa berjalan kaki selama 9 jam demi menyelamatkan diri dan calon buah hati ke atas puncak Gunung Alue Kleng.
Di tengah lelah dengan dada yang berdebar, menjelang maghrib istrinya mulai kesakitan, tiba waktunya sang buah hati lahir. Tanpa persiapan dan bantuan medis, sang putra Razali lahir dengan selamat di atas puncak gunung. Hanya berbalut kain jendela, keluarga ini tinggal selama 3 hari 3 malam diatas gunung tanpa makanan yang cukup dan tempat berteduh seadanya bersama bayi mungil mereka.
Kini bayi mungil yang lahir saat tsunami di puncak Gunung Alue Kleng tersebut sudah beranjak remaja. Sehat dan berprestasi.
15 tahun berlalu, cerita tsunami dan keluarga Razali jadi pengingat setiap tarikan napas menjadi ruang untuk bersyukur atas nikmat hidup dari Sang Pencipta.