JAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah kalah di Suriah, diantara mereka ada 600-an warga negara Indonesia.
Wacana pemulangan mereka, terganjal pro kontra, dengan alasan keamanan negara dan hak azasi manusia.
11 November 2016, teror terjadi di Gereja Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda, Kalimantan Timur.
Ledakan berasal dari bom molotov,yang dilemparkan ke halaman gereja, saat jemaat baru saja usai melaksanakan ibadah.
Tiga orang luka parah dan satu lainnya meninggal dunia dalam peristiwa ini korban kebanyakan anak balita.
Pelaku pelemparan bom, adalah Juhanda alias JO, mantan narapidana kasus teror bom buku tahun 2011 di Tangerang Selatan.
Dia merupakan anggota jamaah ansharut daulah,jad, yang berafiliasi dengan isis.
Teror di Gereja Oikumene, hingga kini menyisakan perih, bagai keluarga korban.
Tak heran, mereka menolak rencana pemerintah memulangkan WNI eks ISIS ke tanah air.
Wacana pemulangan WNI eks ISIS, tak lepas dari berubahnya peta pertempuran di timur tengah, khususnya di suriah.
Kekalahan demi kekalahan, membuat ISIS tercerai berai.
Kekalahan menyisakan dilema bagi Indonesia, karena ternyata di antara 31.000 milisi asing ISIS, ada 600 orang yang berasal dari Indonesia, kebanyakan mereka perempuan dan anak.
Terkatung-katung di pengungsian, membuat mereka berharap diperbolehkan pulang ke Indonesia.
Bak gayung bersambut, pemerintah pun mengkaji wacana pemulangan mereka.
Direktur Aliansi Indonesia Damai, AIDA, Hasibullah Satrawi, dalam program sapa Indonesia malam di Kompastv, berpendapat pemulangan eks ISIS, jadi tugas pemerintah Indonesia demi, mencegah orang-orang tanpa status kewarganegaraan yang kini jadi problem internasional.
Namun pemulangan harus dilakukan matang, termasuk lewat deradikalisasi.
Secara pribadi, Presiden Joko Widodo menyatakan, menolak rencana pemulangan WNI eks ISIS.
Namun keputusan akhir, masih menunggu hasil rapat terbatas.
Wacana pemulangan WNI eks ISIS, memantik pro kontra.
Ada pertimbangan keamanan negara yang harus dijaga, dan ada pula pertimbangan hak asasi manusia.
Apalagi, tidak semua WNI eks ISIS adalah kombatan.
Banyak di antara mereka perempuan dan anak-anak, yang tak ikut bertempur.