KOMPAS.TV - Mendapatkan penolakan dari warga, satu keluarga harus menjalani isolasi mandiri di gubuk kecil di tengah area persawahan, Desa Satanetean, Mamasa.
Sebelumnya keluarga ini tinggal di Kota Makassar, dan memilih untuk pulang ke kampung halamannya, karena sudah tidak memiliki tempat tinggal dan penghasilan.
Paulus Genggong, beserta istri dan dua buah hatinya, harus rela tinggal di sebuah gubuk kecil di tengah area persawahan, Desa Satanetean, Mamasa, Sulawesi Barat.
Paulus dan keluarga kecilnya terpaksa menjalani karantina mandiri di gubuk karena mendapaatkan penolakan oleh warga.
Sebelumnya Paulus bekerja sebagai pedagang keliling di Makassar, dan istrinya bekerja di salah satu rumah makan.
Namun, karena pandemi Covid-19, mereka tak lagi memilik penghasilan. Ia dan keluarga pun memutuskan untuk pulang ke rumah kerabat istrinya di Desa Osango ,dan berencana melakukan karantian mandiri.
Namun, mereka mendapatkan penolakan dari warga.
Paulus pun menghubungi keluarganya di Desa Satanetean, namun keberedaan mereka lagi-lagi ditolak warga.
Warga khawatir keluarga ini telah terpapar virus Corona, mengingat mereka datang dari zona merah Covid-19.
Kepala Desa Satanetean sempat mengarahkan keluarga ini mengisolasi diri di bangunan kosong di tengah desa, namun warga keberatan.
Tidak ada pilihan lain, Paulus sekeluarga pun menyetujui opsi untuk tinggal di gubuk kecil.
Kini Paulus dan keluarga harus bersabar menjalani karantina di gubuk selama 14 hari, sejak menjalani karantina mandiri di tempat ini, keluarga Paulus Genggong kerap mendapat bantuan bahan makanan dari keluarga dekat maupun sejumlah donatur.
Termasuk bantuan paket bahan pokok dari jajaran Mapolsek Mamasa.