Selamat Jalan Pak Jakob
Jakob Oetama, tokoh pers dan pendiri Kompas Gramedia, berpulang ke Sang Pencipta pada 9 September 2020, karena gangguan multiorgan pada fisiknya. Jakob disemayamkan di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta. Di tempat itulah, Jakob Oetama dan sahabatnya, PK Ojong, bahu membahu membesarkan KOMPAS, yang kemudian menjadi surat kabar tertua dan paling berpengaruh di negeri ini. Hingga lebih dari setengah abad kemudian, Kompas Gramedia berkembang menjadi bisnis multi-industri, mulai dari toko buku, media digital, dan event organizer (EO), hingga infrastruktur.
Namun, Jakob Oetama tak melulu identik dengan korporasi. Welas asih dan kepeduliannya akan kepentingan bangsa dan negara, dibanding kepentingan pribadi, karakternya yang mencuri hati. Jurnalis Kompas TV, Aiman Witjaksono, mewawancarai salah satu sahabat karib Jakob Oetama, pengusaha Sofjan Wanandi. Bersama Wakil Presiden RI 2004-2009 dan 2014-2019 Jusuf Kalla, mereka rutin bertemu tiap bulan untuk membahas persoalan bangsa. Oleh Sofjan, Jakob Oetama digambarkan sebagai pribadi yang selalu gelisah akan masa depan bangsa. "Kegelisahan" itu kemudian dituangkan melalui judul utama (headline) Harian KOMPAS. Apa lagi yang diungkap oleh Sofjan Wanandi kepada Aiman?
Aiman juga menemui Lilik Oetama, putra sekaligus CEO Kompas Gramedia. Lilik mengenang sang Ayah sebagai sosok yang selalu mengajarkan nilai-nilai budi pekerti luhur, terutama soal kejujuran, kerja keras, dan kesederhanaan. Bahkan, tidak mudah bagi Lilik memiliki sebuah benda kesukaan, meski ia anak seorang Jakob Oetama sekalipun. Kepada Aiman, Lilik menceritakan kembali pengalaman paling berkesan bersama sang Ayah semasa hidupnya, yang belum pernah diceritakan dimanapun.
Kepergian Jakob Oetama memang meninggalkan kesan mendalam. AIMAN merangkum kembali kisah perjalanan hidup Jakob Oetama, berikut "warisan teladan" yang ditinggalkan, serta kisah-kisahnya yang belum diungkap.