JAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah 9 jam diperiksa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka dugaan menerima hadiah dari izin ekspor benih lobster.
Edhy diduga menerima uang senilai Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS dari pihak PT Aero Citra Kargo.
Perusahaan tersebut diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster, karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Pada 5 November 2020 diduga ada aliran dana yang ditransfer dari rekening Ahmad Bahtiar (pemegang PT ACK) yang ditunjuk sebagai perusahaan forwarder untuk melakukan ekspor benih lobster.
Dana sebesar Rp 3,4 dari Ahmad Bahtiar miliar ke rekening salah satu bank atas nama AF yang diduga untuk keperluan Edhy Prabowo, IRW (istri Edhy).
"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW di Honolulu AS di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020. Sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ungkap Nawawi di Gedung KPK, Kamis (26/11/2020) dini hari.
Kemudian, Edhy Prabowo kembali menerima uang pada Mei 2020 dari SJT (Direktur PT DPP) sebesar USD 100.000 melalui SAF dan AM.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan 6 tersangka lain dalam kasus ini yaitu staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misata, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito, serta seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin.
Edhy ditangkap saat mendarat dari Amerika Serikat dalam rangka kunjungan kerja di antaranya Honolulu, Hawaii.
KPK menerangkan, modus suap dilakukan dengan membuka rekening penampung oleh perusahaan swasta. Nilainya disebutkan mencapai Rp 9,8 M dan uang di rekening ini bisa dipakai di mana saja, termasuk di luar negeri.