KOMPAS.TV - Badan Kesehatan Dunia, WHO pada akhir tahun 2020 pernah mengungkapkan kekhawatiran akan gelombang ketiga pandemi virus corona covid-19.
Duta Khusus Covid-19 untuk WHO, David Nabarro bahkan memprediksi gelombang ketiga pandemi akan menyerang Eropa pada awal tahun 2021.
Prediksi itu menjadi kenyataan setelah sejumlah negara di Eropa seperti Jerman, Prancis dan Italia, melakukan penguncian wilayah menyusul kembali tingginya kasus positif corona di sana.
Lonjakan kasus covid-19 juga terjadi di Asia, salah satunya India. Para dokter melihat kondisi wabah covid-19 kali ini lebih parah dibanding tahun lalu.
Hingga kemarin (18/4), kasus positif corona di India totalnya mencapai 14,8 juta kasus.
Grafik kasus virus corona secara global masih terus meningkat. Bahkan angka kematian akibat covid-19 juga meningkat selama 4 minggu terakhir.
Hingga hari ini (19/4), total kasus infeksi korona mencapai lebih dari 141 juta kasus.
Korban meninggal mencapai lebih dari 3 juta orang dan yang sembuh mencapai lebih dari 120 juta orang.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan bahwa terdapat sejumlah negara yang terancam mengalami pandemi Covid-19 gelombang ketiga.
Gelombang ini menunjukkan adanya kondisi kenaikan kasus virus corona secara signifikan pada periode tertentu.
"Jika gelombang ketiga terjadi, maka kenaikan kasus yang terjadi akan terjadi untuk kali ketiga," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (5/1/2021).
Oleh karena itu, Satgas Covid-19 mengimbau untuk selalu menerapkan 5M meskipun sudah divaksin sekalipun guna menjaga diri setiap individu dan sekitarnya dalam menghadapi krisis pandemi yang memasuki gelombang ketiga.
Lantas, bagaimana Indonesia bersiap mengantisipasi hal ini?
Bagaimana pula agar kita tidak lengah meski sudah banyak orang yang divaksin?
Simak pembahasan selengkapnya bersama Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas covid-19 Alexander K. Ginting, Penasihat Gender dan Kepemudaan di Organisasi Kesehatan Dunia Diah Saminarsih dan Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko.