KOMPAS.TV - Pesawat tempur Israel kembali melancarkan serangkaian serangan udara besar-besaran di beberapa lokasi di Kota Gaza.
Ini merupakan serangan udara lebih berat, mencakup area yang lebih luas dan berlangsung lebih lama dari serangkaian Serangan udara 24 jam sebelumnya yang telah menewaskan 42 warga palestina.
Serangan itu merupakan serangan tunggal paling mematikan dalam putaran terakhir kekerasan antara Israel dan Organisasi Hamas yang menguasai Gaza.
Sejak ketegangan memanas seminggu lalu (7/5), Militer Israel telah melancarkan ratusan serangan udara yang menargetkan infrastruktur Militan Hamas. Sementara Militan Palestina di Gaza telah menembakkan lebih dari 3.000 roket ke israel.
Militan Palestina pun meluncurkan serangan roket di sebuah bangunan di Kota Ashdod Israel.
Pengamat Hubungan Internasional, Dinna Prapto Raharja mengungkap latar belakang yang mendasari konflik Israel-Palestina.
Ia menyebutkan jika konflik Israel-Palestina yang mencuat dilatarbelakangi nomor satu oleh faktor politik.
PM Israel, Benjamin Netanyahu diketahui sudah berkuasa sejak 2009 dan kekuatan partainya saat ini melemah hingga terdesak harus berkoalisi dengan salah satu partai Arab yang ada di Israel. Bahkan, pemilu di Palestina yang tadinya akan diselenggarakan di bulan Mei, harus diundur ke bulan Juli dan warga di Yerussalem mendapatkan ancaman tidak boleh memilih.
Selain itu, kedua belah negara ini memiliki kelompok yang sentris dan ekstrem. Cara melemahkan satu sama lain adalah dengan memecah-belah, itulah mengapa kelompok-kelompok yang ada di kedua negera tersebut sering memprovokasi dengan isu dan simbol agama untuk memecah belah kekuatan negara lawan.
Simak dialog selengkapnya bersama Dinna Prapto Raharja, Pengamat Hubungan Internasional sekaligus Founder of Synergy Policies dan wartawan senior yang juga menulis sejumlah buku mengenai Yerussalem dan Politik Timur Tengah, Trias Kuncahyono.