KOMPAS.TV - Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai atau PPn atas barang bahan pokok atau sembako.
Pimpinan MPR menganggap rencana pajak sembako bertentangan dengan pancasila dan konstitusi.
Ada 3 opsi tarif untuk pengenaan PPn barang kebutuhan pokok.
Pertama, diberlakukan tarif PPn umum yang diusulkan sebesar 12 persen.
Kedua, tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan peraturan pemerintah.
Ketiga, menggunakan tarif PPn Final sebesar 1 persen.
Pemerintah mengklaim, penerapan tarif PPn final menjadi alternatif untuk memudahkan pengusaha kecil dan menengah.
Semua ini masuk dalam rancangan revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983, tentang perpajakan.
Dalam aturan itu, sembako tak lagi masuk obyek yang pajaknya dikecualikan.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani, menilai rencana Kementerian Leuangan mengenakan pajak pada bahan pokok konsumsi masyarakat, melanggar sila kelima pancasila.
PPn sembako bisa digugat bila diterapkan, karena juga melanggar pasal 33 Ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.
Rencana pemerintah, protes masyarakat, dan pertanyaan wakil rakyat, mestinya jadi perhatian Presiden Joko Widodo.
Meningkatkan pendapatan negara, masih bisa dilakukan tanpa harus mengenakan pajak pada sembako.