JAKARTA, KOMPAS.TV Pandemi Covid-19 di Indonesia semakin mengganas. Saat ini, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 2,3 juta kasus.
Tak hanya itu, masuknya varian-varian baru Covid-19 ke Indonesia membuat persebarannya semakin cepat.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, terbentuknya varian-varian baru merupakan hasil dari mutasi virus Covid-19.
Amin menyebut, setiap virus memiliki informasi genetik. Untuk mempertahankan diri, virus berkembang biak dengan memperbanyak diri dengan mereplikasi diri.
Saat mereplikasi diri, terjadi kesalahan dalam penyalinan informasi DNA, sehingga membentuk varian baru. Proses ini dinamakan dengan mutasi. Proses mutasi terjadi secara random atau acak.
"Virus itu ketika mereka replikasi, memperbanyak diri, mereka membuat salinan dari informasi genetiknya. Ketika menyalin itulah terjadi salah salin, yang tadinya A, bisa diganti dengan T. Ada adisi (penambahan), atau delisi (pengurangan) atau substitusi (penggantian)", ungkap Amin saat diwawancara dalam program Podcast Keliling Kompas TV (5/7).
Amin Menambahkan, proses kebanyakan proses mutasi membuat virus lebih lemah. Meski demikian, 4-5 persen dari hasil mutasi tersebut membuat virus lebih kuat dan lebih berbahaya sehingga harus diwaspadai.
"Sekitar 40 persen itu justru membuat virus itu mati. Sekitar 30% membuat virus lebih lemah, sekitar 20%an membuat virus itu tidak berubah apa-apa, tidak tambah kuat, tidak tambah lemah. Jadi hanya sekitar 4 5% saja dari mutasi-mutasi yang terjadi yang menyebabkan virus itu tambah fit. Tapi kita mesti ingat, yang 4 persen itu adalah yang terpilih", pungkasnya.
Selama pandemi masih ada, proses mutasi virus masih akan tetap terjadi.
Oleh karena itu, untuk menghentikan proses mutasi, masyarakat diimbau untuk tetap melaksanakan protokol kesehatan, agar persebaran covid-19 dapat diatasi.