KOMPAS.TV - Pemecatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia berbuntut panjang.
Pro dan kontra pun muncul, terutama dari para mantan pasiennya. Namun, rekomendasi sanksi pemecatan oleh IDI ini sebenarnya sudah menempuh proses panjang selama 9 tahun.
Ada proses panjang di balik keputusan yang diambil IDI sebelum mengeksekusi pemecatan permanen dokter Terawan Agus Putranto lewat muktamar IDI ke-31 di Aceh, Jumat 25 Maret lalu.
Baca Juga Langgar Etik Berat Soal Cuci Otak dan Promosi Vaksin Sebelum Penelitian, Terawan Dipecat dari IDI di https://www.kompas.tv/article/274307/langgar-etik-berat-soal-cuci-otak-dan-promosi-vaksin-sebelum-penelitian-terawan-dipecat-dari-idi
Pihak IDI menyebut, MKEK IDI telah memproses kasus pelanggaran etik berat oleh dokter Terawan sejak 2013 terkait terapi cuci otak, atau brainwash bagi pasien stroke dan merekomendasikan pemberhentian sementara bagi Terawan 2018 lalu.
Namun, Terawan tak pernah menghadiri undangan mkek idi untuk memberi penjelasan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) pun memprotes keras keputusan MKEK IDI ini.
Lewat surat resmi tertanggal 25 Maret, organisasi yang disebut tidak disahkan lewat proses muktamar IDI ini keberatan atas sanksi pemecatan terhadap Terawan yang diumumkan dalam muktamar IDI ke-31 di Aceh karena keputusan itu dianggap mengakibatkan suasana yang tidak kondusif.
Mereka meminta ketua umum IDI memberi penjelasan secara terbuka, bahwa telah terjadi kesalahan pada tata cara penyampaian keputusan itu.
Imbas dari pemecatan permanen dokter Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI adalah Terawan terancam tak lagi bisa menjalankan praktik dokternya.
Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dokter terawan pun terancam.
Untuk mengurai masalah ini, DPR pun akan mengundang Terawan Agus Putranto, pemerintah dan IDI untuk duduk bersama.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/274535/pro-kontra-pemecatan-eks-menkes-terawan-dari-keanggotan-idi