JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mengupayakan untuk segera mengesahkan rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RUU TPKS.
Payung hukum ini bertujuan untuk mengakomodasi para korban kekerasan seksual mendapat perlindungan hukum.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak sepanjang 2021, terdapat 10.247 kasus kerasan terhadap perempuan.
Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat pada 2021, terdapat 9% kekerasan berbasis gender kerap terjadi perempuan yang dilakukan oleh kelompok yang seharusnya menjadi pelindung dan tauladan.
Sering kali pelaku kekerasan adalah pihak yang memiliki kekusaan terhadap korban.
Baca Juga Direncanakan Sah Sebelum Masa Reses, Pemerintah Siap Bahas RUU TPKS dengan DPR di https://www.kompas.tv/article/273566/direncanakan-sah-sebelum-masa-reses-pemerintah-siap-bahas-ruu-tpks-dengan-dpr
Beberapa waktu lalu 12 santri di Bandung menjadi korban kekerasan seksual yang didalangi oleh pemilik pondok pesantren.
Meski pelaku telah divonis kurungan penjara seumur hidup, trauma para korban tidak akan pernah dapat dipulihkan.
Maka dari itu perlu peran dari pemerintah untuk menanggulangi kejahatan luar biasa ini melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang masih terjegal di DPR.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menyoroti belum ada regulasi yang melindungi para korban kekerasan seksual secara khusus.
Psikolog klinis menjelaskan mengenai bentuk bentuk pelecehan seksual yang terkandung dalam TPKS.
Seperti objek gender dijadikan bahan candaan, perilaku menggoda, pemaksaan oleh pelaku yang memiliki relasi kuasa dan juga dalam bentuk sentuhan fisik yang disengaja.
Maka dari itu pemerintah perlu bergegas untuk menyediakan payung hukum.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/275175/ruu-tpks-pemerintah-bergegas-sediakan-payung-hukum-bagi-para-korban-kekerasan-seksual