JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat terus bergulir. Sidang etik digelar Komisi Kode Etik Polri terhadap tersangka pembunuh berencana Brigadir Yosua, Irjen Ferdy Sambo.
Dalam sidang, Ferdy Sambo sempat membacakan surat yang ia tulis berisi permohonan maafnya pada Institusi Polri.
Surat tersebut juga langsung ia serahkan ke Ketua Komisi Kode Etik Polri Komjen Ahmad Dofiri.
Sehari setelah sidang etik Sambo, giliran sang Istri, Putri Chandrawathi yang diperiksa setelah dijadikan tersangka.
Dalam pemeriksaan selama 12 jam di Bareskrim, Putri Candawathi bersikukuh ia menjadi korban pelecehan. Padahal, laporan soal dugaan pelecehan terhadapnya, sudah dihentikan polisi.
Pekan depan, rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua akan dilakukan di TKP dengan melibatkan kelima tersangka.
Konfrontasi keterangan lima tersangka akan mengungkap siapa yang memberikan keterangan palsu atau justru kooperatif dalam penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Mantan Kabareskrim, Komjen Purnawirawan Susno Duadji yakin banding yang diajukan Ferdy Sambo soal pemecatan dirinya ditolak.
Ancaman pidana hukuman yang disangkakan kepada Ferdy, dapat menutup dikabulkannya upaya banding.
Untuk membahas surat yang dibuat Ferdy Sambo dan apakah ada implikasinya pada keringanan putusan, kita akan bahas bersama dengan Psikolog Klinis, Liza Marielly Djaprie.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/323211/analisis-surat-permintaan-maaf-ferdy-sambo-psikolog-klinis-dia-menyesal-tapi-pasti-ada-rasa