TEMPO.CO - Arteria Dahlan sampai dibully netizen gara-gara dianggap kasar terhadap dan Emil Salim dalam diskusi Mata Najwa di televisi swasta tadi malam, Rabu, 9 Oktober 2019.
Program bincang-bincang episode kali ini memilih judul 'Ragu-Ragu Perpu' yang membahas revisi UU KPK dan tuntutan penerbitan Perpu KPK. Najwa Shihab, pemandu acara, menghadapkan dua kubu, yaitu mewakili partai dan nonpartai.
Dari partai ada Sekjen Partai NasDem Johhny G. Plate, anggota DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan, dan anggota DPR Fraksi Gerindra sekaligus Ketua Baleg Supratman Andi Agtas.
Pihak "seberang" diisi dosen Pascasarjana Universitas Indonesia dan mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim, Direktur PUSAKO Universitas Andalas Feri Amsari, dan Direktur Eksekutif Lembaga Survey Indonesia Djayadi Hanan.Perdebatan mengenai RUU KPK dan urgensi penerbitan Perpu KPK mulai sengit pada segmen 2, khususnya ketika Arteria Dahlan dan Emil Salim saling berargumen dengan nada tinggi.
Arteria Dahlan mengatakan, "Prof, yang saya ingin katakan pelemahannya dimana? Berhasil dan tidak berhasilnya KPK itu yang tahu kami. Begitu 2015 terpilih, dia buat grand design, roadmap, janji-janji yang harus dikerjakan. Publik ini enggak tahu. Publik ini terhipnotis dengan OTT-OTT (operasi tangkap tangan), seolah-olah itu hebat. Padahal, janji-janji KPK itu banyak sekali di hadapan DPR yang 10 persennya pun belum tercapai."
Emil, bekas teknokrat berusia 89 tahun, membalas singkat. "Apa semua ketua partai yang masuk penjara, apakah itu bukan bukti keberhasilan KPK?"
Arteria langsung menjawab, "Dengan segala hormat saya sama Prof, Prof bacalah tugas fungsi kewenangan KPK. Tidak hanya melakukan penindakan tapi pencegahan. Gimana penindakan, supervisi, monitoring, koordinasinya. Ini enggak dikerjakan Prof. Tolong jangan dibantah dulu."
Emil langsung berkata, "Tapi hukum telah dijatuhkan."
Arteria Dahlan, yang juga anggota Komisi Hukum DPR, melanjutkan penjelasannya. "Yang kedua, saya ingin katakan kenapa kami buat Dewan pengawas. Saya ingin sampaikan biar Prof juga jelas. Kita bicara hukum sama ahli hukum. Bicara hukum pidana korupsi sama ahli pidana korupsi. Bukan saya mendiskreditkan Prof."
Dia lalu menunjukkan sejumlah dokumen dari sejumlah kasus KPK yang uang rampasannya tak masuk ke kas negara. Ada pula kasus dengan kerugian Rp 6 triliun, kasus bencana, KONI, serta pasar yang disebutnya tak pernah diangkat. Menurut Arteria, itulah guna Dewan Pengawas untuk memastikan pengusutan berjalan lancar.
"Ini yang saya katakan, ini yang kita coba kita hargai capaian KPK. Tapi enggak boleh menutup mata kalau harus ada pembenahan KPK. Tahu enggak Prof, siapa pelakunya?" ucapnya.
Ditanya oleh politikus muda berusia 44 tahun tersebut, Emil Salim sigap menjawab, "Dalam aturan UU KPK, ada kewajiban menyampaikan laporan. Tiap tahun dia menyampaikan laporan."
Arteria Dahlan menanggapi dengan nada lebih tinggi sembari menunjuk-nunjuk Emil Salim, yang usianya lebih tua sekitar 45 tahun dari dia.
"Enggak pernah dikerjakan Prof. Prof tahu enggak. Mana Prof? Saya di DPR Prof, enggak boleh begitu Prof. Saya di DPR, saya yang tahu, Prof. Mana? Prof, sesat! Ini namanya sesat! Prof, sesat!"Perdebatan berlanjut di segmen 4 Mata Najwa.
Emil mengatakan, "Jadi, yang jadi soal itu ada credibility gap. Bung bilang saya dipilih. Yang jadi persoalan, cara memilih itu bebas dari korupsi?"
Arteria Dahlan pun menuturkan, "Ya, iyalah. Prof nanya saya terpilih bebas korupsi atau tidak. Saya yakin. Jangan digeneralisir. Anda bisa jadi menteri karena proses politik di DPR, Pak. Jangan salah. Kasih contoh Pak ke generasi muda, Pak. Bernegara dengan baik. Bekerja dengan baik."
Menurut Emil Salim, yang menjadi persoalan dalam demokrasi di Indonesia bahwa ada laporan berupa buku. Belum sempat dia menjelaskan, Arteria Dahlan menyela pembicaraan.
Emil tiba-tiba memukul meja. "Dengar dulu!"
Dia lantas menerangkan bahwa menjelaskan, "Demokrasi for sale, dimana seluruh yang terjadi penangkapan KPK adalah para politisi yang dipilih. Jadi persoalannya pemilihan yang kita jalankan belum tentu kredibel. Itu jadi persoalan. Jadi Bung bangga, saya dipilih. Tapi apa betul dipilih secara betul? Berapa ongkos yang dikeluarkan? Dari mana uangnya?" katanya.
Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel
Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel