JAKARTA, KOMPAS.TV - Putri Candrawathi, hingga sidang Duplik, masih mempertahankan laporan kekerasan seksual yang ia alami dari mendiang Yosua Hutabarat.
Ya, Kuasa Hukum terdakwa Putri Candrawathi dalam pembacaan Duplik menyebut, Jaksa menggunakan informasi yang tak relevan untuk menyebut secara tak langsung Putri Candrawathi sebagai perempuan tak bermoral.
Hal ini karena Jaksa menggunakan hasil pemeriksaan tes poligraf atau tes kebohongan yang dinilai bukan sebagai alat bukti yang sah atau cacat hukum karena bertentangan dengan peraturan Kapolri.
Lalu, Jaksa Penuntut Umum dinilai mengabaikan empat bukti kekerasan seksual yang telah dihadirkan di persidangan, dan didukung oleh keterangan ahli.
Berdasarkan Penasihat Hukum dari terdakwa Putri Candrawathi, dalam duplik yang dibacakan di persidangan, Penuntut Umum malah memunculkan asumsi perselingkuhan yang nyatanya tidak pernah terbukti.
Selain itu, Penasihat Hukum Putri Candrawathi membacakan bahwa mereka telah menunjukkan empat jenis alat bukti bahwa kliennya korban kekerasan seksual sejak awal persidangan.
Empat alat bukti tersebut terdiri dari keterangan terdakwa, keterangan ahli, surat, dan keterangan saksi.
Dalam sidang, Kuasa Hukum Terdakwa Putri Candrawathi menyebut bahwa Penuntut Umum tidak teliti dan lalai karena menggunakan keterangan saksi dan ahli yang tidak pernah dihadirkan ataupun dibacakan BAP-nya dengan alasan yang sah di persidangan.
Ya, saat sidang Duplik hari Kamis (2/2), Kuasa Hukum Putri Candrawathi menilai Jaksa Penuntut Umum gagal menjawab dalil nota pembelaan soal manipulasi peristiwa dan keterangan saksi serta ahli.
Menurut Kuasa Hukum Putri, Replik Jaksa bersifat umum dan hanya normatif, padahal manipulasi yang dilakukan Jaksa dinilai fatal.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/374424/kuasa-hukum-gunakan-kutipan-dari-psikiater-untuk-bela-pc-ada-atau-tak-ada-visum-harus-diperiksa