Petani ubi jalar madu khas Sukabumi, Mukhlis Rahayu (35 tahun), berhasil menjual hasil pertaniannya hingga menembus pasar dunia. Petani muda asal Kampung Cikangkung, RT 1 RW 5, Desa Sagaran, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi itu bertani ubi jalar madu sudah dimulai 10 tahun yang lalu.
Mukhlis mengungkapkan, sejak mulai 10 tahun yang lalu hingga saat ini berhasil memasarkan ubi jalar madu khas Sukabumi hingga ke luar negeri. Menurutnya ia sempat mengalami kegagalan. Walaupun kemudian dari kegagalan tersebut ia belajar dan berhasil. Hingga kemudian banyak eksportir yang menghubunginya.
Menurut Mukhlis, saat ini ia mampu mengekspor ubi hingga Negara Singapura dengan jumlah ratusan ton ubi. Ia juga mengaku dari ratusan ton ubi yang dibutuhkannya hingga saat ini belum dapat tercukupi.
"Ekspor dari 2021, dari luar negeri juga banyak yang mengajak kerjasama, tapi di sini kuotanya belum cukup, makanya kita petani gabung dari luar Sukabumi, kalau ekspor maunya sebanyak-banyaknya, mau tiap hari," ungkap dia.
Dalam upaya untuk mencukupi kebutuhannya itu, kata Mukhlis, para petani di beberapa kecamatan di Sukabumi telah menjadi mitra pertaniannya. Kendati demikian masih banyak kendala yang dihadapi oleh para petani binaannya itu.
"Kalo kita tanam udah di beberapa kecamatan, tetap aja masih kekurangan karena yang dibutuhkan itu ratusan ton per minggu," kata dia.
Muslikh menurutkan, proses ekspornya sudah menguasai, ia juga sering koordinasi dengan petani.
"Kendalanya di peralatan pertanian. Kalau masalah pupuk dan bibit kami subsidi," tambah dia.
Terlebih dia menyebut, petani dapat diuntungkan ketika menjadi mitra pertaniannya, pasalnya petani tidak harus bingung untuk memasarkan produk pertaniannya, selain itu harga yang ditawarkan lebih stabil dibandingkan dengan harga tengkulak atau harga di pasar lokal.
Ia menjelaskan, bahwa spek ekspor itu harus benar-benar mulus.
"Kalau untuk pasar (lokal) bebas ga usah dicuci. Besarnya paling kecil 100 gram, paling besar 350 gram". "Itu untuk singapura. Kalau malaysia sampai 600 gram paling besar."
"Harga standar dan stabil. Makanya kita mengajak para petani untuk ekspor karena harganya yang stabil tidak seperti lokal, kalau di pasar (lokal) penuh, pasti harga jatuh". "Kalau ini stabil, makanya saya berani net harga dengan petani di harga Rp 3000 per kilogramnya," pungkas Mukhlis.