OBOR TIMUR.COM - Banyak orang Indonesia yang melakukan pengobatan ke luar negeri. Malaysia dan Singapura adalah negara yang paling banyak dipilih.
Dr. Adib Khumaidi, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), menjelaskan mengapa orang Indonesia sering berobat ke Malaysia dan Singapura. Menurutnya, pasien merasa nyaman berbicara dengan dokter, selain karena harga obat dan transportasi lebih murah.
Menurutnya, untuk meningkatkan kualitas pelayanan, hal ini harus menjadi catatan bagi banyak tenaga medis di Indonesia.
"Kami sekarang selalu mengatakan kemampuan komunikasi pada dokter di Indonesia harus ditingkatkan, karena salah satu dasar pasien berobat ke luar negeri, berobat ke Malaysia, atau Singapura, itu salah satunya karena faktor komunikasinya yang mereka anggap lebih enak di sana daripada di Indonesia," kata Adib seperti dikutip detikcom, Senin, 3 Juni 2024.
"Kenapa pembiayaan murah? Karena ada kebijakan negara, regulasi negara soal free tax khususnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat," pungkas dr Adib.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menyatakan bahwa lebih dari satu juta orang Indonesia pergi ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan medis.
Kondisi ini jelas merugikan Indonesia karena potensi kehilangan nilai ekonomi.
"Kita kehilangan US$11,5 miliar, kalau dirupiahkan itu Rp 180 T hilang karena warga kita tidak mau berobat di dalam negeri," ujar Presiden.
Singapura, Malaysia, Jepang, dan Amerika Serikat adalah negara tujuan kesehatan favorit orang Indonesia, menurut catatan pemerintah.
Presiden mengakui fakta bahwa Indonesia telah mengalami ketertinggalan dalam sektor kesehatan. Rasio dokter Indonesia saat ini adalah 0,47 dibandingkan dengan jumlah penduduk Tanah Air.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar ideal untuk rasio jumlah dokter, termasuk dokter umum dan spesialis, adalah 1/1000, atau 1 dokter per 1000 orang. Sebuah negara dapat dianggap berhasil jika berhasil memenuhi "garis putih" dan bertanggung jawab atas kesehatan warganya.
Rasio Indonesia pada 1000 orang terakhir dilaporkan oleh WHO dan World Bank pada 0,47/1000, menempati posisi ketiga terendah di ASEAN, di belakang Laos 0,3/1000 dan Kamboja 0,42/1000.
Jokowi menyatakan bahwa Undang-Undang Kesehatan telah direvisi untuk mempermudah anak muda Indonesia untuk menjadi dokter, termasuk dokter spesialis, yang jumlahnya lebih sedikit.***