JAKARTA, KOMPAS.TV - Dosen Hukum STHI Jentera, Asfinawati berharap ada quick win dalam perwujudan tim reformasi Polri.
Menurutnya, kadang-kadang ia merasa terancam, karena selama ini merasa pendekatan militeristik yang dipakai polisi. Termasuk penegakan hukum dan tidak ada kriminalisasi aktivis.
"Harus ada quick win yang cepat. Misalnya kalau ada orang hilang barang, lapor polisi, ketemu, dan cepat. Orang lapor tindak pidana tidak ada penundaan berlarut, langsung ada penegakan hukum. Penegakan hukum tersangka secara berkeadilan dan tidak ada kriminalisasi," katanya.
Ketua Penasihat Ahli Polri, Komjen (Purn.) Ito Sumardi menyebut buku quick win itu sudah ada dari hasil tim reformasi.
"Saya juga merasakan hal-hal yang perlu untuk dibenahi, terutama pelayanan dan penegakan hukum. Itu yang harus dibahas bersama Kompolnas. Soal aktivis, kapolri sudah menjanjikan kalau tidak terkait masalah kriminal, tentunya kita ada kebijakan. Dilakukan pendalaman apakah yang bersangkutan harus dibina atau tidak," jawabnya.
Tokoh Forum Warga Negara, Sudirman Said mengatakan perubahan itu dimulai dari burning platform. Contohnya, 10 orang meninggal dunia dalam tragedi demo Agustus 2025. Apakah ada pertanggungjawaban? Ia memohon agar Komisi III DPR segera mengusut itu semua.
Di sisi lain, ia prihatin selama dua kali Pemilu berturut-turut ada istilah parcok. Ada kasus Ferdy Sambo, Teddy Minahasa, Cicak VS Buaya, deretan kasus ini menunjukkan bahwa Polri punya problem dan harus dilakukan introspeksi.
Bagaimana pendapat Anda?
Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/DVa9w2ppyck?si=wccG4HYWLpFltzoW
#polri #reformasi #pabowo
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/621992/dari-parcok-kasus-sambo-hingga-teddy-minahasa-ini-harapan-pada-tim-reformasi-polri-satu-meja