Hari Raya Galungan dan Kuningan adalah perayaan penting umat Hindu Bali yang dirayakan setiap 210 hari dalam kalender Pawukon. Galungan menandai kemenangan Dharma atas Adharma, sementara Kuningan—sepuluh hari setelahnya—menjadi hari penghormatan terakhir sebelum para leluhur kembali ke alam suci.
Akar sejarah perayaan ini berasal dari tradisi kerajaan Bali kuno, yang tercatat dalam lontar seperti Sundarigama. Galungan menggambarkan keberhasilan manusia mengatasi kekacauan batin, sedangkan Kuningan melambangkan kemurnian, kebijaksanaan, dan rasa syukur.
Dalam praktik budaya, Galungan–Kuningan memperlihatkan kekayaan seni Bali. Penjor menjadi simbol estetika dan kemakmuran; tari-tarian ritual, gamelan, dan kerajinan janur hidup kembali di setiap banjar. Tradisi ini juga memperkuat adat dan hubungan sosial: persiapan upacara dilakukan secara gotong royong, memperkuat identitas komunal masyarakat Bali.
Dari sisi ekonomi, Galungan–Kuningan memberi dampak besar pada UMKM lokal melalui meningkatnya permintaan bahan upacara, kuliner tradisional, busana adat, dan kerajinan. Sementara itu, wisatawan dapat menyaksikan Bali dalam suasana budaya paling otentik: penjor berjejer di jalan, pura dihias meriah, dan prosesi adat yang hidup.
Di tengah arus budaya asing dan tekanan ekonomi global, Galungan–Kuningan menjadi kekuatan pelestari budaya. Perayaan ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi penjaga identitas, kreativitas, dan ketahanan ekonomi masyarakat Bali.