Untuk melihat video-video menarik lainnya kunjungi: https://video.medcom.id/
Bedah Editorial MI: Momentum Pembebasan Aisyah. KEMARIN, Senin, 11 Maret 2019, menjadi hari yang paling pantas disyukuri Siti Aisyah dan keluarganya. Dia mendapatkan keajaiban yang begitu membahagiakan ketika otoritas hukum Malaysia tiba-tiba membebaskannya dari ancaman hukuman mati.
Dalam persidangan di Pengadilan Tinggi Shah Alam, hakim Azmin Ariffin memutuskan mengabulkan permohonan jaksa mencabut tuntutan pembunuhan dengan ancaman eksekusi mati yang sebelumnya dijeratkan kepada Aisyah. Dengan kata lain, Aisyah dibebaskan atau discharged. Artinya, Aisyah bisa langsung menghirup udara kebebasan dan pulang ke Tanah Air.
Aisyah ialah contoh gamblang betapa hidup adalah misteri. Tenaga kerja Indonesia asal Serang, Banten, itu sama sekali tak menyangka bisa tersangkut dalam kasus besar yang mendunia, yakni pembunuhan terhadap kakak tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Jong-nam.
Bersama perempuan asal Vietnam, Doan Thi Huong, Aisyah bahkan dituduh sebagai pelaku pembunuhan pada 13 Februari 2017 silam di Bandara Kuala Lumpur itu. Kontan, hidupnya langsung berubah suram karena ancaman hukuman yang ditimpakan tak main-main, yakni hukuman mati.
Kini, setelah dua tahun berselang, Aisyah lagi-lagi tak menyangka hidupnya kembali berubah. Dia yang tinggal menghitung hari sampai hakim mengetukkan palu vonis tiba-tiba mendapatkan berkah luar biasa dengan pembebasannya.
Tidak hanya Aisyah dan keluarganya, pembebasan itu juga membahagiakan bangsa ini. Sebagian besar dari kita memang tak percaya Aisyah sengaja dan secara sadar membunuh Kim Jong-nam.
Demikian pula dengan pemerintah Indonesia. Mereka lebih percaya Aisyah merupakan korban dari jaringan spionase tingkat tinggi yang melibatkan para agen Korea Utara untuk melenyapkan Kim Jong-nam. Alasannya, meski sudah lama hidup di luar negeri, anak sulung mendiang Kim Jong-il itu tetap dianggap sebagai ancaman bagi kekuasaan Kim Jong-un. Pembebasan Aisyah sudah benar dan tepat. Pembebasan itu pula yang selama ini diupayakan pemerintahan Presiden Joko Widodo lewat 'operasi' senyap. Tanpa gembar-gembor ke publik, pemerintah ternyata serius, amat serius berusaha membebaskan Aisyah.
Pembebasan Aisyah ialah hasil kolaborasi tingkat tinggi para pemangku kepentingan Republik ini untuk melobi pihak berwenang di negeri jiran. Ada peran besar Menteri Hukum dan HAM, Menteri Luar Negeri, Kapolri, Jaksa Agung, serta Kepala BIN atas perintah Presiden Jokowi. Bahkan, Jokowi turun langsung dengan melobi PM Malaysia Mahathir Mohamad saat bertemu di Istana Bogor, Agustus lalu.
Pembebasan Aisyah oleh pengadilan di Malaysia merupakan bukti bahwa negara ada untuk rakyatnya. Ia menjadi penegas bahwa memang sudah semestinya negara hadir setiap kali rakyatnya susah. Ia sekaligus memperlihatkan bahwa pemerintah sepenuh hati menjalankan konstitusi, yakni melindungi segenap warga negara Indonesia di mana pun berada.
Tidak cuma Aisyah dan keluarganya yang berterima kasih kepada pemerintah, kita pun layak memberikan apresiasi. Keberhasilan membebaskan Aisyah ialah momentum hebat sekaligus pelipat semangat untuk membebaskan ratusan 'Aisyah' lainnya.
Data Kemenlu menunjukkan, sejak 2011 hingga 2018 terdapat 500 lebih kasus terkait WNI di seluruh dunia yang tersangkut hukum dengan ancaman hukuman mati. Dari jumlah itu, 443 kasus sudah diselesaikan dengan vonis bebas dan sisanya masih ditangani pemerintah.
Memang, tidak sedikit dari mereka yang terbukti melakukan tindak pidana berat. Namun, kita tetap tak ingin ada WNI yang mati sia-sia di mancanegara, apalagi mereka yang sebenarnya tak bersalah seperti halnya Aisyah. Adalah tugas pemerintah untuk melindungi dan membantu mereka