Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mengejutkan publik. Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka suap penetapan anggota DPR-RI terpilih 2019-2024 dari PDIP.
Ia menerima uang 600 juta dari permintaan dana operasional sebesar 900 juta untuk menetapkan Harun Masiku, kader PDIP sebagai pengganti antar waktu (PAW) almarhum Nazarudin Kiemas, Caleg Terpilih periode 2019-2024. KPK menetapkan empat orang dari OTT tersebut.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan, OTT KPK yang menyeret komisioner KPU ini dilakukan setelah KPK mendapat informasi adanya transaksi dugaan permintaan uang dari Wahyu kepada Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu.
Uang tersebut merupakan pemulus agar Wahyu bisa membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR-RI PAW. Sebab KPU telah menetapkan Riezky Aprilia, kader PDIP sebagai pengganti Alm. Nazarudin Kiemas. Penetapan itu hasil rapat pleno KPU pada tanggal 31 Agustus 2019.
Untuk memastikan hal tersebut, Pada Rabu, 8 Januari 2020, sekitar pukul 12.55 WIB, KPK mengamankan Wahyu dan Rahmat Tonidaya, asisten Wahyu di Bandara Soekarno-Hatta.
Di hari yang sama, tim KPK secara paralel mengamankan Agustiani di rumah pribadinya di Depok, Jawa Barat pada pukul 13.14 WIB.
Kemudian tim lain mengamankan Saeful, seorang avokat berinisial DON dan sopir Saeful berinisial I di sebuah restoran di Jalan Sabang, Jakarta Pusat pada pukul 13.26 WIB dan terakhir mengamankan salah satu keluarga Wahyu berinisial IDA dan WBU di rumah pribadinya di Banyumas.
Lalu bagaimana Komisioner KPU Pusat dapat terjerat tindak pidana suap?
Simak dialog bersama Direktur Pusat Studi Universitas Andalas, Feri Amsari.