KOREA SELATAN, KOMPAS.TV - Korea Selatan baru memulai tahun ajaran baru mereka pada April lalu, dengan sistem pembelajaran jarak jauh,
Namun sekolah daring, ternyata menjadi masalah bagi para siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu.
Tahun ajaran baru di Korea Selatan, semestinya dimulai pada bulan Maret. Namun, pandemi covid-19, membuatnya tertunda dan dimulai kembali pada bulan April. Itu pun sepenuhnya dengan sistem pembelajaran jarak jauh.
Namun sekolah daring ternyata memunculkan sejumlah masalah. Banyak siswa yang mengaku kesulitan berkonsetrasi, merasa tidak nyaman, dan berdampak pada nilai yang jelek.
Korea Selatan adalah salah satu negara paling terkoneksi dengan internet di dunia.
amun pembelajaran "online" tetap saja menghambat banyak siswa. Kondisi ini dikhawatirkan memengaruhi kualitas pendidikan, mengingat orang-orang di Korea Selatan memandang pendidikan sebagai kunci kesuksesan.
Menurut para ahli, berkurangnya interaksi antara siswa dan guru, serta gangguan teknis selama belajar "online", akan memperlebar kesenjangan pencapaian pendidikan antar siswa.
Siswa berprestasi yang berasal dari keluarga kelas menengah dan atas, biasanya bisa belajar secara mandiri. Keluarga juga menyewakan tutor, sehingga siswa bisa menuntaskan materi belajarnya.
Namun siswa dari keluarga yang tidak mampu, tidak bisa melakukan itu semua.
Sebuah survei pemerintah korea selatan terhadap puluhan ribu orangtua dan guru tahun lalu, menemukan bahwa 75 persen siswa terlibat dalam pendidikan privat, seperti menyewa tutor atau mengikuti bimbingan belajar. Kebutuhan tambahan ini bisa menghabiskan biaya rata-rata 367 dollar Amerika Serikat, atau lebih dari 5 juta 3 ratus ribu rupiah per bulan.
Hasil survei juga menemukan, keluarga berpenghasilan tinggi, bisa mengeluarkan biaya pendidikan privat, lima kali lebih besar dari keluarga yang berpenghasilan rendah.