BENGKULU, KOMPAS.TV - Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, menilai sanksi dari sekolah, terhadap siswi yang menghina Palestina di media sosial tiktok, bukan solusi tepat.
Menurut rohidin, peran guru seharusnya dimaksimalkan, untuk menanggulangi, sekaligus mencegah, kasus serupa.
Gubernur meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu, menjamin hak belajar siswi SMA yang dikeluarkan tersebut.
Sementara, Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan tidak akan tebang pilih untuk memblokir konten di media sosial yang berisi ujaran kebencian.
Termasuk soal konflik antara Israel, dan Palestina.
Masyarakat pun diminta untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Saat ini, bersama Kemenko Polhukam, dan Kemenkumham, Kemenkominfo tengah menyusun pedoman acuan penegakan hukum di ranah digital.
Sebelumnya, kasus penghinaan terhadap palestina di aplikasi tiktok, terjadi di Bengkulu Tengah, Bengkulu.
Pelaku, yang merupakan siswi SMA, sempat dipanggil polisi, untuk dimintai klarifikasi.
Dari hasil pertemuan yang juga melibatkan orangtua, pihak sekolah, dan tokoh masyarakat setempat, pelaku meminta maaf, dan menyesali perbuatannya.
Meski sudah ada permintaan maaf, pihak sekolah menilai ada pelanggaran tata tertib, yang dilakukan siswi itu.
Sehingga siswi diputuskan dikeluarkan dari sekolah.
Sikap sekolah yang langsung lepas tangan karena mengeluarkan siswi, langsung menjadi sorotan dari kalangan pendidik.
Salah satu organisasi guru, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia, PGRI, menyatakan ketidaksetujuannya atas putusan mengeluarkan siswi penghina Palestina dari sekolah.
Siswi di Bengkulu yang menghina Palestina lewat media tiktok bisa jadi bersalah.
Meski demikian, mengeluarkannya dari sekolah justru akan membuatnya kehilangan hak untuk mendapat pendidikan, dan pengetahuan yang lebih baik.