KOMPAS.TV - Usaha pembuatan terasi dan cincalok di Desa Padang Tikar, Kubu Raya, Kalimantan Barat, terdampak pandemi covid-19. Kendala yang dihadapi mulai dari kurangnya modal hingga harus mengurangi jumlah karyawan mereka.
Beginilah cara warga Desa Padang Tikar, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat membuat cincalok makanan khas dengan cita rasa asam, asin dan pedas. Cincalok terbuat dari udang rebon yang difermentasikan.
Proses pembuatannya cukup mudah. Udang rebon dibersihkan terlebih dahulu kemudian dihamparkan serta dicampurkan dengan garam dan gula. Proses ini membutuhkan waktu dua hari.
Usaha rumahan ini telah turun-temurun digeluti oleh warga setempat. Satu di antaranya adalah Jumiati.
Cincalok yang ia produksi dipasarkan di Kota Pontianak dan Singkawang dengan harga bervariasi mulai dari 15 ribu hingga 30 ribu rupiah per kilogram.
Pandemi covid-19 berdampak juga terhadap pembuat cincalok dan belacan atau terasi, seperti yang dialami oleh Darman Tambi.
Darman mengaku selain membuat penghasilan dari memproduksi cincalok dan terasi yang turun, ia juga harus mengurangi jumlah karyawannya. Dari 30 orang menjadi belasan orang saja.
Modal usaha yang kurang membuat ia harus bekerja keras mengelola usahanya agar tidak gulung tikar. Sebab, bantuan modal dari pemerintah masih belum tersentuh olehnya.
Sementara itu, Camat Batu Ampar, menyatakan potensi yang ada di Desa Padang Tikar perlu terus didorong. Ia juga akan berusaha, agar para pelaku usaha tersebut, bisa mendapat pendampingan, serta bantuan modal usaha.
Mayoritas penduduk di Desa Padang Tikar ini mengandalkan hasil pertanian dan hasil laut sebagai penopang ekonomi.
Warga juga berharap adanya perhatian dan bantuan untuk mendorong usaha olahan hasil laut masyarakat.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/220831/pembuat-cincalok-dan-terasi-butuh-bantuan-pemerintah