WONOSOBO, KOMPASTV - Sejak tahun 1960-an, beberapa daerah di Jawa Tengah memiliki tradisi menerbangkan balon udara saat momen tertentu, salah satunya adalah lebaran atau hari raya umat islam. Pelepasan balon udara ini menjadi salah satu tradisi yang dimaknai sebagai momen kemenangan bagi umat Muslim pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi ini biasanya dilakukan di sejumlah daerah di Jawa Tengah, seperti Wonosobo dan Yogyakarta. Kamga yang sedang menjelajah dataran tinggi Dieng, turun ke Kota Wonosobo bertepatan dengan Idul Adha atau hari raya kurban.
Wonosobo yang identik dengan tradisi menerbangkan balon udara, tak menunggu waktu lama ketika salat Idul Adha selesai, telah terbang beberapa balon udara berukuran raksasa. Hampir setiap kampung menerbangkan balon udara. Kamga mendatangi warga di Desa Sidodadi, Kecamatan Kretek, Wonosobo. Sekelompok warga sedang mempersiapkan balon udara untuk diterbangkan. Jadilah Kamga larut dalam keriangan menerbangkan balon udara.
Balon berukuran besar tanpa awak ini terbuat dari kertas minyak hingga bahan parasit dan menggunakan gas atau juga asap dari pembakaran yang dipanaskan terlebih dahulu agar balon dapat terbang bebas. Sebelumnya kompor berikut minyaknya ikut diterbagkan, tapi karena bisa berakibat fatal dan berbahaya bila jatuh ke orang dan rumah warga maka hanya dipanasi dengan asap panas. Ukuran balon bervariasi ketinggiannya bisa mencapai 6 meter hingga 10 meter dengan diameter mencapai 4 meter. Di udara, mercon yang diikutkan di balon udara meledak. Sukses! cukup membuat Kamga kaget. Balon udara ini dapat terbang membumbung hingga ribuan kaki. Ketika asap panasnya habis, maka balon pun jatuh. Proses mengejar balon untuk mengambil lagi ini juga jadi keseruan sendiri. Namun di sisi lain, pelepasan balon udara nyatanya berbahaya bagi dunia penerbangan, karena kecepatan dan ketinggian balon tidak dapat diprediksi ataupun dikendalikan.
Di beberapa dusun atau kampung diterapkan ketentuan ukuran balon seperti tinggi meer dan lebarnya sekian meter yang dibuat dari kertas minyak. Berikut aturan balon yang hanya terbang dalam waktu sekitar 4 menit dengan ketinggian sekitar 100 meter yang ditambatkan dengan tali tambang, tanpa api atau mercon di dalamnya.
Tari Tunarungu dan Alat Musik Bundengan
Kamga melanjutkan penjelajahannya di Kota Wonosobo. Kamga berkunjung ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Don Bosko di Wonosobo yang awalnya menemui seorang seniman yang mengajar ekstra kurikuler di sekolah ini, justru membuat Kamga takjub dengan prestasi anak-anak di sini. keterbatasan fisik tidak membatasi anak-anak untuk berprestasi. Hengky Krisnawan, seniman yang ingin ditemui Kamga inilah yang mewujudkan prestasi anak-anak tunarungu. Mengajari penyandang tunarungu menari bukan perkara mudah, karena tari dan alunan musik sebagai pengiring biasanya satu kesatuan.
Tapi inilah kreatifitas seniman yang satu ini.
Hengky Krisnawan juga melestarikan alat musik tradisional Wonosobo. Alat musik ini dinamakan bundengan. nama yang mereplikasi dari alunan bunyi yang dihasilkan seperti berdengung. Berasal dari bahan bambu, awalnya alat musik ini adalah tempat berteduh petani di jaman dulu. Bundengan juga bisa menjadi pengiring tarian seperti tari lengger.
Yuk, tonton videonya.