KOMPAS.TV - Akhir Juni kemarin, publik dibuat kaget dengan pengajuan sidang peninjauan kembali oleh terpidana kasus cesi atau hak tagih Bank Bali yang juga buronan bertahun-tahun, Djoko Tjandra.
Sidang yang berlangsung 29 Juni kemarin, ditunda karena terpidana Djoko Tjandra absen dalam persidangan.
Menurut pengacaranya, Djoko Tjandra sedang sakit, dan berencana hadir di sidang PK berikutnya.
Jaksa menyatakan, surat keterangan sakit Djoko Tjandra dari rumah sakit di Kuala Lumpur Malaysia.
Terkait kemungkinan eksekusi djoko candra jika hadir di persidangan, jaksa menyatakan, terpidana wajib melaksanakan putusan MA yang mengabulkan kasasi jaksa pada tahun 2009 lalu.
Munculnya Djoko Tjandra yang secara tiba tiba mengajukan sidang peninjauan kembali, tentu membuat penegak hukum geram.
Sejak 2009 lalu Djoko Tjandra dikabarkan kabur ke Papua Nugini, sebelum putusan kasasi MA yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Menko Polhukam, Mahfud MD, meminta aparat penegak hukum, segera menangkap buronand Djoko Tjandra.
Sementara menanggapi itu, Jaksa Agung Burhanudin menyatakan, Djoko Tjandra itu sudah terpidana sehingga tinggal eksekusinya yang tertunda.
Jadi, kejaksaanakan mengeksekusi segera, di mana ia ditangkap, selain ditunggu di sidang PK.
Namun anehnya, hingga kini pemerintah belum bisa melacak keberadaan Djoko Tjandra.
Dari hasil penelusuran imigrasi dan kepolisian, tidak ditemukan perlintasan Djoko Tjandra di Tanah Air.
Kejaksaan agung kini bekerja sama dengan interpol, untuk mencari buronan kasus Bank Bali, yang merugikan negara 900 miliar rupiah.
Munculnya para buronan kasus korupsi ke Indonesia yang berkeliaran bebas, menimbulkan pertanyaan,
Benarkah ini lemahnya pengawasan pemerintah dan penegak hukum?