SEMARANG, KOMPAS.TV - Ditengah pandemi dengan mahalnya bahan baku kedelai, tepung dan minyak goreng. Membuat pengrajin keripik tempe yang ada di Jalan Anjasmara 7 Kelurahan Karang Ayu, Kota Semarang, berupaya untuk tetap eksis.
Meski biaya produksinya mahal, namun Giriyati pemilik usaha kripik tempe ini mengaku tidak berani menaikan harga ataupun mengurangi ukuran. Baginya laba kecil tidak masalah, yang penting masih bisa berproduksi. Untuk satu kantong plastik kripik tempe seberat 1 kg, ia dijual seharga Rp 39.000.
Biasanya untuk kedelai ia membeli satu sak karung seberat 50 kg dengan harga Rp 500 ribu, namun, kini kedelai naik menjadi Rp 570 ribu per sak nya. Belum lagi minyak goreng yang satu harga dari pemerintah saat ini langka, di pasaran yang ada minyak goreng dengan harga yang mahal.
"Tidak kaya produsen tempe yang lain bisa memperkecil ukuran, saya tidak bisa. Mau menaikan harga juga tidak bisa, nanti konsumen lari karena harganya terlalu tinggi. Kalo mau menutupi bahan baku, kita bertahan dengan laba yang minim," kata Giriyati.
Sementara itu, usaha kripik tempe milik Giriyati ini merupakan binaan Kelurahan Karang Ayu Semarang, untuk pemasarannya saat ini tidak ada kendala, karena cepat ludes terjual.
"Banyak sekali upaya-upaya kita untuk membantu UMKM ini tetap eksis di musim pandemi," ujar Sutarti, Kepala Kelurahan Karang Ayu.
Salah satu kelebihan dari usaha ini, pemiliknya membuat tempe sendiri. Selain itu, dalam proses produksinya dilakukan oleh anggota keluarga, sehingga biaya produksinya bisa ditekan.
#umkm #keripiktempe #karangayu
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/262833/kedelai-dan-minyak-goreng-mahal-pengrajin-keripik-tempe-bertahan