JAKARTA, KOMPAS.TV - Dibahas sejak 2016, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) akhirnya sudah rampung dibahas bersama pemerintah dan DPR.
Berikutnya, RUU TPKS akan disahkan menjadi Undang-Undang, tepatnya pada bulan ini.
Meski demikian, masih ada pekerjaan rumah DPR yang harus terus dikawal, karena ketentuan mengenai pemerkosaan dan aborsi ternyata tidak dicantumkan dalam RUU TPKS ini.
Enam tahun bergulir, DPR dan pemerintah akhirnya resmi menyepakati RUU ini dalam Rapat Pleno Pengambilan Keputusan Tingkat Pertama, Rabu (6/4).
Soal pemerkosaan dan pemaksaan aborsi tetap dimasukkan dalam definisi kekerasan seksual yang diakui dalam RUU TPKS.
Selain itu, RUU TPKS juga memuat lebih detail dan eksplisit tentang hukum acara TPKS, termasuk bagaimana seharusnya polisi menangani kasus kekerasan seksual.
RUU yang semangatnya harus bisa menjawab keresahan para korban kekerasan seksual tanpa mengenal gender ini, akhirnya disetujui oleh 8 dari 9 fraksi di DPR, kecuali fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang sedari awal menolak pengesahannya dengan sejumlah catatan.
Sejak awal pembahasan RUU TPKS bergulir, fraksi PKS meminta agar tiga pasal; soal perzinaan, pemerkosaan, dan pencabulan di UU KUHP direvisi terlebih dulu agar tak salah tafsir dalam penerapan RUU TPKS yang segera disahkan.
Namun, bertahun-tahun berjalan, revisi KUHP masih jalan di tempat.
Rampungnya pembahasan RUU TPKS diapresiasi banyak pihak, tak terkecuali Komnas Perempuan.
Namun, revisi UU KUHP juga masih perlu dikawal ketat.
Menurut rencana, RUU TPKS akan disahkan di Rapat Paripurna menjadi undang-undang, pada 12 April 2022 mendatang.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/278135/dibahas-dari-2016-dpr-dan-pemerintah-rampung-bicarakan-ruu-tpks-rencananya-disahkan-12-april-2022