KOMPAS.TV - Tidak terima tim tuan rumah kalah, suporter Arema FC mulai berulah.
Awalnya ribuan suporter Arema FC hanya turun ke dalam lapangan hijau.
Namun lama kelamaan, para suporter mulai merusak sejumlah fasilitas stadion, bahkan hingga menyerang aparat keamanan.
Aparat keamanan pun mulai kewalahan.
Karena aparat keamanan mulai kewalahan untuk sekadar meminta para suporter meninggalkan lapangan, bentrokan antara aparat dan para suporter pun tak terhindarkan.
Hingga dengan terpaksa, aparat kepolisian kemudian menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter tim berjuluk Singo Edan ini keluar dari area lapangan.
Hanya saja, gas air mata itu tidak hanya diarahkan ke lapangan tetapi juga ke arah tribun stadion.
Karena panik, banyak orang berdesak-desakan untuk keluar dari stadion, hingga banyak suporter yang sesak napas dan bahkan luka-luka.
Evakuasi suporter pun terkendala karena terlalu banyak orang yang berdesakan, hingga akhirnya banyak yang meninggal saat berdesakan, meskipun beberapa suporter ada juga yang berhasil dievakuasi.
Tragedi Stadion Kanjuruhan akhirnya menewaskan 125 orang, 2 di antaranya aparat keamanan.
Selain itu, 21 orang kini mengalami luka berat dan 304 lainnya mengalami luka ringan.
Dalam aturan "Fifa Stadium Safety and Security Regulations" atau Pengamanan dan Keamanan Stadion, petugas keamanan tidak diperkenankan memakai gas air mata.
Hal ini sebagaimana tertulis di Pasal 19B tentang Petugas Penjaga Keamanan Lapangan atau Pitchside Stewards yang berbunyi "No firearms or crowd control gas shall be carried or used" yang artinya senjata api atau gas pengendali massa tidak boleh dibawa atau digunakan.
Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan pun akhirnya memberlakukan sanksi kepada Arema FC.
Sanksinya, tim berjuluk Singo Edan itu dihukum tidak boleh menggelar laga kandang di sisa musim Liga Satu 2022-2023.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/334553/simak-inilah-fakta-tragedi-kanjuruhan-yang-tinggalkan-duka-mendalam-bagi-sepak-bola-indonesia