JAKARTA, KOMPAS.TV - Jumat (27/05) mendung menggelayuti Indonesia, negeri ini berduka satu lagi guru bangsa berpulang.
Ahmad Syafii Maarif, yang dikenal dengan panggilan Buya Syafii wafat di usia 86 tahun.
Semasa hidupnya, buya dikenal dengan kesederhanaannya.
Tak canggung menjadi penumpang pesawat kelas ekonomi, menaiki sepeda onthel atau vespa saat bepergian di kota tempat tinggalnya, Yogyakarta.
Bahkan menaiki kereta rel listrik saat beraktivitas di Ibu Kota Jakarta.
Baca Juga Suara Parau dan Tangis Tertahan Pendeta Jack Manuputty untuk Buya Syafii Maarif di https://www.kompas.tv/article/293408/suara-parau-dan-tangis-tertahan-pendeta-jack-manuputty-untuk-buya-syafii-maarif
Padahal buya adalah sosok besar dengan banyak warisan etik yang ditinggalkan, memberikan pemikiran dan sumbangsih luar biasa tak hanya bagi Muhammadiyah, tapi juga Bangsa Indonesia.
Buya Syafii menjadi sosok sentral yang mengembalikan PP Muhammadiyah, kembali ke khittahnya.
Tahun 1998, Buya Syafii dipercaya untuk menakhodai PP Muhammadiyah, setelah Ketua Umum sebelumnya, Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional.
Saat menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyyah Buya aktif membela KPK, dari intervensi dan pelemahan yang ditujukan ke lembaga anti rasuah itu.
Buya juga menjadi mercusuar untuk masalah moral dan etika di masyarakat.
Buya lantang menyuarakan pluralisme dan toleransi antar umat beragama, sebagai ujung tombak menjaga keutuhan NKRI.
Peran buya memperjuangkan toleransi dan kemanusiaan diakui banyak pihak, dengan sejumlah penghargaan bergengsi.
Buya di tahun 2018 ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP.
Kini, sang cendekiawan dan tokoh Muhammadiyah telah tiada.
Namun nilai-nilai tentang moralitas dan kebajikan yang ia tancapkan, selamanya menjadi mata air keteladanan dalam beragama dan berwarganegara.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/293677/mengenang-keserdehanaan-buya-syafii-hingga-peran-buya-perjuangkan-toleransi-kemanusiaan